Pemilu Demokrasi Pertama di Indonesia

ASTALOG.COM – Dalam catatan sejarah Indonesia, negara ini telah mencatat peristiwa Pemilu (Pemilihan  Umum) sebagai salah satu peristiwa bersejarah karena bisa menentukan masa depan bangsa untuk 5 tahun ke depan. Pemilu telah diadakan di Indonesia sejak tahun 1955. Pemilu tahun 1955 inilah yang dianggap sebagai pemilu demokrasi pertama di Indonesia. Hingga saat ini telah diadakan 11 kali pemilu di Indonesia hingga yang terakhir ini di tahun 2014.

LATAR BELAKANG PEMILU 1955

 

Di masa pemerintahan Presiden RI Pertama, yaitu Presiden Soekarno, Indonesia telah melewati banyak masa, mulai dari revolusi fisik, demokrasi parlementer, dan demokrasi terpimpin. Adapun latar belakang diselenggarakannya Pemilu tahun 1955, yaitu:

  • Revolusi fisik atau perang kemerdekaan yang menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
  • Pertikaian internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian.
  • Belum adanya UU Pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu. UU pemilu sendiri baru disahkan pada 4 April 1953 yang dirancang dan disahkan oleh Kabinet Wilopo.
  • Adanya dorongan oleh kesadaran diri untuk menciptakan sistem demokrasi yang sejati, sehingga bangsa Indonesia menuntut untuk diadakannya Pemilu.
PELAJARI:  Cara Jantung Memompa Darah

TAHAPAN PERSIAPAN PEMILU 1955

  • Persiapan pemilu mulai dirintis oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I.
  • Pada 31 Juli 1954, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat yang diketuai Hadikusumo dari PNI (Partai Nasional Indonesia).
  • Pada 16 April 1955, Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilu untuk parlemen akan diadakan pada 29 September 1955. Pengumuman ini mendorong partai-partai yang akan berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas kampanyenya.Saat itu, beberapa partai bahkan melakukan kampanye hingga ke pelosok desa. Pada saat itu, baik di kota maupun di desa dipenuhi oleh gambar partai peserta pemilu yang bersaing. Hal ini dilakukan agar partai-partai tersebut dapat memperoleh suara terbanyak pada saat pemilu berlangsung.
 

TUJUAN DIADAKANNYA PEMILU 1955

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan untuk memilih anggota-anggota parlemen (DPR) dan konstituante (Lembaga yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara).

Adapun sistem yang digunakan pada Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional. Maksudnya, sistem ini membagi wilayah negara Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Namun Irian Barat yang dimasukkan sebagai daerah pemilihan ke-16 tidak dapat mengikuti Pemilu 1955 karena saat itu wilayahnya masih dikuasai oleh Belanda.

PELAJARI:  Bagian-bagian Kembang Sepatu dan Fungsinya

PROSES PELAKSANAAN PEMILU 1955

  • Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak Mei 1954 dan baru selesai pada November 1954. Tercatat ada sekitar 43.1044.464 warga yang memenuhi syarat untuk memilih. Dari jumlah itu, ada sekitar 37.875.299 atau 87,65% yang menggunakan hak pilihnya saat itu.
  • Sistem yang berlangsung adalah sistem proporsional tidak murni, dimana proposionalitas penduduk dengan kuota 1:300.000, dan diikuti sekitar 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan yang ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu 1955. Jadi, jika ditotal maka peserta Pemilu 1955 berjumlah 172 tanda gambar. Banyaknya partisipan ini karena pada saat itu NKRI menganut sistem kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi.
  • Anggota TNI-APRI juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku saat itu.
  • Terdapat 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.4429 desa/kelurahan dengan asumsi perbandingan bahwa setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil.
PELAJARI:  Potensi Sumber Daya Udara

PEMILU 1955 SEBAGAI PEMILU DEMOKRASI PERTAMA DI INDONESIA

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pemilu 1955 merupakan pemilu demokrasi pertama di Indonesia karena:

  • Tingkat partisipasi rakyat sangat besar, dimana sekitar 90% dari semua warga memiliki hak pilih atau lebih dari 39 juta orang yang dapat memberikan suaranya.
  • Persentase suara yang sah cukup signifikan, yaitu sekitar 80% dari suara yang masuk padahal saat itu tingkat buta huruf di Indonesia sekitar 70% penduduk.
  • Pelaksanaannya berjalan secara aman, tertib, dan disiplin serta jauh dari unsur kecurangan dan kekerasan.