Kebudayaan pada Zaman Paleolithikum di Indonesia

ASTALOG.COM – Zaman paleolithikum atau zaman batu tua merupakan suatu zaman prasejarah yang bertepatan dengan zaman neozoikum terutama di akhir zaman tersier dan di awal zaman quartair. Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini merupakan zaman yang yang sangat penting karena ditandai dengan munculnya kehidupan baru, yaitu dengan kehadiran manusia purba yang tersebar di beberapa wilayah di muka bumi ini termasuk di Indonesia yang  diisi oleh kehadiran manusia Jawa.

Zaman paleolithikum merupakan suatu periode ketika peralatan manusia purba didominasi dari alat-alat yang terbuat dari batu walaupun ada pula alat-alat penunjang hidup sehari-hari lainnya yang terbuat dari kayu ataupun bambu. Namun alat-alat yang terbuat dari kayu atau tulang tersebut tidak meninggalkan bekas sama sekali. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut tidak tahan lama. Alat-alat yang dihasilkan pun masih sangat kasar atau sederhana karena penggunaannya pun hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup saja.

 

Pada zaman ini, manusia purba hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam suatu kelompok kecil untuk mencari makanan. Mereka mencari biji-bijian, umbi, serta dedaunan sebagai makanan karena mereka tidak bercocok tanam. Mereka juga menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan sehari-hari. Alat-alat ini juga digunakan untuk mempertahankan diri dari musuh. Karena alat-alat yang dibuat didominasi dari batu maka zaman paleolithikum disebut juga sebagai zaman batu tua.

PELAJARI:  Apa yang Dimaksud dengan Fagositosis?

Kebudayaan di zaman paleolithikum

 

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa zaman paleolithikum di Indonesia ditandai dengan kehadiran manusia Jawa. Mengapa dikatakan demikian? karena jejak manusia purba yang hidup di zaman ini memang ditemukan di beberapa daerah di pulau Jawa beserta kebudayaan yang dihasilkannya. Adapun kebudayaan yang ada di zaman ini, yaitu :

1) Kebudayaan Pacitan

Sesuai dengan namanya, kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningwald di tahun 1935 dimana ia menemukan beberapa alat yang terbuat dari batu di tempat ini. Alat-alat ini ditemukannya di Sungai Baksoka yang terletak di dekat gunung Punung. Alat batu yang ditemukan itu masih nampak kasar dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung dari kegunaannya. Alat batu dengan model seperti itu sering disebut sebagai kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini lazimnya digunakan untuk menusuk binatang atau untuk menggali tanah saat mencari bahan makanan umbi-umbian.

PELAJARI:  Alga Merah Dapat di Olah Menjadi?

Selain kapak perimbas, di tempat itu juga ditemukan kapak yang digunakan sebagai alat-alat serpih. Pada awalnya, Koeningswald menggolongkan alat-alat yang ditemukannya sebagai alat-alat paleolithikum yang bercorak ‘Chellean’ yaitu suatu tradisi yang berkembang di masa awal paleolithikum di Eropa. Namun pendapat ini akirnya dianggap kurang tepat. Tradisi kapak perimbas yang ditemukan di gunung Punung itupun dikenal sebagai kebudayaan Pacitan yang merupakan tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia. Kapak perimbas pun tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan Timor.

Daerah gunung Punung memang merupakan daerah yang kaya akan kapak perimbas dan hingga saat ini masih menjadi salah satu tempat penemuan terpenting di Indonesia. Ditambah lagi dengan pendapat para ahli yang sebagian besar menyatakan bahwa jenis manusia purba Pithecanthropus dan keturunan-keturunannya merupakan pencipta kebudayaan Pacitan. Pendapat ini juga sesuai dengan pendapat tentang umur kebudayaan Pacitan yang diduga berada di tingkat akhir pleistosin tengah atau di awal mula pleistosin akhir.

PELAJARI:  Simbol Peta

2) Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan Sidorejo yang terletak di dekat Ngawi propinsi Jawa Timur. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai penusuk atau belati.

Selain itu, ditemukan pula alat-alat seperti tombak yang bergerigi, juga alat-alat yang terbuat dari batu dengan bentuk yang indah seperti kalsedon. Alat-alat ini tergolong sebagai alat serpih (flake). Sebaran artefak serta peralatan yang ditemukan di daerah Ngandong juga terdapat di daerah-daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara TImur, dan pulau Halmahera.