Rasulullah bersabda,
“Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya.” (HR. Abu Daud)
Rasulullah bersabda,
“Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum Muslimah, baik remaja maupun dewasa mengenakan pakaian Muslimah dengan berbagai warna, corak dan model. Jika kita cermati, tidak semua kaum Muslim memiliki pandangan yang jelas tentang pakaian Muslimah. Faktanya, banyak wanita yang mengenakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, misalnya, sehingga lekuk tubuhnya tampak. Yang lebih menyedihkan adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu terhadap pensyariatan Islam tentang pakaian Muslimah ini.
Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda.
Aurat adalah suatu angggota badan yang tidak boleh di tampakkan dan di perlihatkan oleh lelaki atau perempuan kepada orang lain. Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
Yang menjadi dasar hal ini adalah:
1. Al-Qur’an surat Annur (24):31
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…’”
2. Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasululloh SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasululloh SAW berpaling darinya dan berkata:
“Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Ayat-Ayat Al Qur’an Yang Mewajibkan Wanita Untuk Menutup ‘Auratnya, serta Batasan-batasan ‘Auratnya
Ayat Pertama :
يَٰٓـأَيـُّهَا ٱلنَّبِيُّ قـُل لـِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنـَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡـمُؤۡمِنِينَ يُدْنِينَ عَلـَيۡهـِنَّ مِن جَلَٰبـِيبـِهـِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنـَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فـَلـَا يُؤذيۡنَ ۗ وَكـَانَ اللهُ غـَفـُورًا رَّحِيمًا (الأحزاب : ٥٩
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
QS. al-Ahzab ayat: 59.
Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan. (QS an-Nur [24]: 60).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.
…وَإذا سَأَلۡـتـُمُوهُنَّ مَتَٰعًا فـَسۡـئَلـُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقـُلـُوبـِكـُمۡ وَقـُلـُوبِهـِنَّ ۚ … (الأحزاب : 53
Dan apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (yang menutupi kalian dan mereka). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka. (QS. al-Ahzab [33]: 53)
Ayat di atas adalah seruan kepada kalangan ibu-ibu kaum mukminah, yakni istri-istri Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Meski demikian, ayat ini berlaku umum untuk setiap wanita mukminah, mengingat penggalan akhir ayat di atas yang berbunyi, Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka, yang merupakan satu-satunya bukti bahwa ayat tersebut berlaku umum bagi setiap wanita mukminah. Karena itu, tidak ada satu orang pun dari kalangan muslimin yang mengatakan bahwa selain wanita istri-istri Nabi Muhammad (saw) tidak membutuhkan kesucian hati mereka dan hati para kaum laki-laki.