ASTALOG.COM – Sejarah awal pembuatan hujan buatan di dunia dimulai pada tahun 1946 oleh penemunya Vincent Schaefer dan Irving Langmuir, dilanjutkan setahun kemudian 1947 oleh Bernard Vonnegut. Hujan buatan bukan berarti dibuat secara utuh oleh manusia tetapi alam tetap punya peranan yang sangat penting dalam pembuatan hujan buatan tersebut. awan yang ada di angkasa adalah modal dasar dalam pembuatan hujan buatan.
Jenis awan yang bisa dijadikan hujan buatan adalah awan yang banyak mengandung butiran air didalamnya dan kecepatan angin yang bertiup juga harus diperhitungkan. Hujan buatan sering dilakukan jika di negarakita terjadi bencana kekeringan atau bencana kebakaran hutan yang pernah terjadi pada bulan Juni tahun 2013 yang lalu di propinsi Riau yang mengganggu dan mengusik negeri jiran.
Hujan buatan dibuat dengan cara menabur awan dengan menggunakan bahan atau zat yang bersifat higroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan. Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa serbuk khusus untuk menurunkan hujan dengan cara diterbangkan dengan pesawat terbang menuju awan.
Proses Hujan Buatan
Sifat awan yang menyebabkan hujan oleh manusia digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat hujan, orang memberi zat higroskopis sebagai inti kondensasi (perak dioksida, kristal es, es kering atau CO2 padat). Zat-zat tersebut ditaburkan ke udara dengan menggunakan pesawat terbang. Pembuatan hujan buatan disebut sebagai suatu proses pemodifikasian awan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, terutama NaCl (garam dapur).
Kemarau panjang seperti yang kita alami sekarang memerlukan usaha untuk menghadapi tantangan iklim. Kemarau panjang menyebabkan tanah kering, air sulit diperoleh, sungai mengering sedangkan angin menerbangkan debu-debuan. Tantangan iklim berupa kelangkaan hujan akibat kemarau panjang dapat dilakukan dengan teknologi tinggi berupa hujan buatan. Cara ini tak bisa terus dilakukan sembarangan karena biayanya terlalu mahal. Hujan buatan hanya ditempuh bila keadaan memang keadaan demikian kritis. Apalagi usaha untuk melakukan hujan buatan ini terkadang hasilnya tepat dan terkadang meleset atau tak sesuai dengan yang diharapkan.
Para ahli yang mengetahui terbentuknya awan, terjadinya kondensasi, presipitasi dan lainnya sangat membantu untuk melakukan usaha dan percobaan dalam memodifikasi cuaca untuk mempercepat turunnya hujan. Dalam pembuatan hujan buatan mereka hanya melakukan usaha untuk mendorong dan mempercepat turunnya hujan atau berusaha agar uap air yang telah ada di udara berkondensasi dengan cepat sehingga pembentukan butir-butir air dapat segera berlangsung di awan. Pembentukan butir-butir air tersebut merupakan titik awalnya terjadi hujan.
Usaha ini dilakukan dengan menyebarkan zat kimia atau garam halus ke udara dengan bantuan pesawat terbang. Untuk tahap ini hujan yang diharapkan belum tentu akan turun, karena dilakukan proses lanjutan dengan menyebarkan butir-butiran besar di awan. Butiran tersebut akan bertumbukan dan bergantung dengan butir-butir air ini akan menjadi berat dan akan meninggalkan awan jatuh sebagai hujan.
Di daerah yang beriklim tropis, awannya dapat digolongkan dalam awan panas. Untuk mempercepat timbulnya hujan hanya dapat dilakukan melalui proses pembentukan awan panas secara alami.