Kelas Sosial yang Berlaku pada Suku Toraja

ASTALOG.COM – Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis “To Riaja” yang berarti “orang yang berdiam di negeri atas“. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan, dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo.

Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini.

PELAJARI:  Kontak Sosial
 

KELAS SOSIAL YANG BERLAKU PADA SUKU TORAJA

Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada 3 tingkatan kelas sosial yang berlaku, yaitu:

  1. Bangsawan : Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di Tongkonan. Kelas sosial diturunkan melalui pihak ibu. Untuk itu, tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari kelas Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
  2. Rakyat Jelata : rakyat jelata (orang biasa) tinggal di rumah yang lebih sederhana berupa pondok bambu yang disebut Banua. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka.
  3. Budak : budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat Tongkonan milik tuan mereka. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
PELAJARI:  Sejarah Seminar Nasional I
 

Rakyat jelata dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat mempengaruhi status sosial seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Biasanya kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.