Isi Kandungan Surah Al-Furqon Ayat 63

ASTALOG.COM – Surah Al-Furqan (Arab: الفرقان ,”Pembeda”) adalah surah ke-25 dari al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 77 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Dinamai Al-Furqan yang artinya pembeda, diambil dari kata al-Furqan yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Yang dimaksud dengan Al-Furqan dalam ayat ini ialah Al-Quran (lihat nama lain Al-Qur’an).

Al-Quran dinamakan Al-Furqan karena dia membedakan antara yang haq dengan yang batil. Maka pada surat ini pun terdapat ayat-ayat yang membedakan antara kebenaran ke-esaan Allah s.w.t. dengan kebatilan kepercayaan syirik.

 

Surah Al-Furqon ayat 63

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

 

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Al-Furqon : 63)

PELAJARI:  Apa yang Dimaksud dengan Mad Jaiz Munfasil

Isi Kandungan Ayat Al Furqon ayat 63

1. Anjuran Bersikap Tawadhu’
Allah mensifati ‘ibadurrahman sebagai “orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati”, yaitu orang-orang yang tenang, berwibawa dan tawadhu’ (merendahkan diri) terhadap Allah dan makhluk. Seorang mukmin hendaklah menghiasi dirinya dengan sikap tawadhu’ dan menjauhi sikap yang berlawanan dengannya, yaitu takabbur dan ujub. Tawadhu’ artinya memandang diri rendah di hadapan Allah dan makhluk lainnya. Sedangkan takabbur artinya memandang orang lain lebih rendah darinya serta ujub yaitu bangga terhadap diri sendiri.

Salah satu caranya adalah hendaklah seseorang membuka mata dan hatinya untuk senantiasa taqarrub terhadap ayat-ayat Allah serta keajaiban ciptaan dan Allah dan keagungan takdir Allah. Dengan demikian ia akan mengetahui bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Allah-lah yang memberinya nikmat dan berhak mencabutnya kapan pun juga. Allah juga yang memberikannya ujian dan berhak melapangkannya di mana pun juga.

PELAJARI:  Asal Muasal Monyet

Cara kedua adalah dengan menyadari bahwa orang lain bisa jadi memiliki kebaikan yang lebih banyak darinya. Bahkan sedikit pun kebaikan yang dilakukan oleh orang lain bisa jadi merupakan amalan yang ikhlas dan mutaba’ah yang diterima di sisi Allah. Sedangkan amalan dirinya belum tentu sempurna dalam keikhalasan dan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tak ada jaminan Allah akan menerima amalannya. Dan bisa jadi sejelek apa pun keburukan orang lain merupakan keburukan yang diampuni Allah. Sementara keburukan yang ia lakukan belum tentu diampuni oleh Allah. Padahal keburukannya jumlahnya menggunung dan akibat buruk dosanya siap menimpa dirinya.

2. Sabar terhadap gangguan orang lain
Dijelaskan dalam lanjutan ayat “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka”, maknanya berkata perkataan yang jahil, di mana perkataan tersebut mengganggu atau menyakitkan. Lalu Allah mensifati ‘ibadurrahman dengan “mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”, maknanya mengucapkan perkataan yang selamat dari dosa dan selamat dari membalas kejahilan dengan kejahilan.

PELAJARI:  Lama Turunnya Al-Quran

Hendaklah seseorang mengetahui bahwa gangguan yang diberikan manusia merupakan bagian dari takdir Allah. Ujian Allah berbagai macam bentuknya. Memang ujian yang paling sulit diterima adalah jika ujian itu datang melalui tangan manusia. Maka hendaklah seorang mukmin bersabar terhadap ujian manusia sebagaimana ia bersabar terhadap musibah dari Allah lainnya. Kemudian membuka hatinya sehingga menyadari bisa jadi ujian ini adalah kemudharatan sesaat yang nantinya akan berbuah nikmat dengan kesabaran. Kemudian ia menambahi pahalanya dengan tawadhu’. Maka ia dipuji karena kemurahan hati yang banyak, membalas keburukan dengan kebaikan, pemaaf terhadap orang-orang yang bodoh dan memiliki keteguhan akal yang menyampaikannya pada kedudukan ‘ibadurrahman.